Drama Cicitcuit

SCENE 1 (halaman rumah Putra, Tegal)
Pagi yang cerah. Putra sedang asyik memandikan kambing kesayangannya. Lagu Tak Bisakah Peterpan pun terdengar dari dalam rumahnya.
Putra : (sambil bersiul-siul memandikan kambing)
Oalah dhus…wedhus! Kowe iki setiap hari tak mandiin.
Tapi kok yo tetep mambu tho?
(mbek…., bunyi kambing mengembek)
Wis, tapi ora opo-opo.
Lha wong kalau nggak ada kamu enyong yang merana
Tapi eling! Eling! Bentar lagi enyong kan mau berangkat ke Jakarta, kalian jangan pernah ngelupain jasa juraganmu yang setia mandiin, makani, dan ngerawat kamu yo…
Panjol, inget lho….
Awas, kalau sampek kamu ngelupain enyong!
Langsung tak jual, biar dijadiin sate sama wong Jakarta.
Wis yo, enyong mandi dulu….
Sampai Jakarta bisa kesiangan nanti kalau nggak cepat-cepat mandi!

Dengan pakaian rapi, gaya Macho ala Ariel, Putra keluar dari kamar menuju ruang tamu untuk berpamitan ke Jakarta. Di sana ada Maminya yang sedang menginang.
Putra : Ah, emang Mommy kiye senengene nyetel campur sari….aja!
Huh, nggak gaul! Nggak gaul! Ha, mending ini….
(memutar radio dan mengganti campur sari dengan lagu Peterpan)
Lha, enak tho?
Mommy : Eh, eh, eh…. Lagu enak-enak kok malah diganti!
Lagu apa kiye! Oh, dasar bocah semprul!
Putra : Mom, lagune Mommy itu sudah kadaluarsa Mom…
Sama kayak orangnya. (suara pelan)
Mommy : Apa kowe ngomong? Tau nggak! Mommy dulu waktu muda suarane yo kinyis-kinyis kayak kuwi. (sambil bergaya, menyombongkan diri)
Putra : Gubrak! (tiba-tiba jatuh)
(sambil menenteng tas buluk miliknya, berkacamata hitam, Putra berpamitan)
Mom, enyong tak pamit dulu merantau ke Jakarta yo Mom…
Doaian aja di sana enyong bisa jadi kayak Ariel.
Mommy : Lho, kowe jadi pergi sekarang tho? Yo, Le. Tak doain kowe jadi artis terkenal. siapa tau Mommy juga bisa ikutan ngetop! He…
(sambil menunjukkan giginya yang merah karena kinang)

Sesampainya di depan teras, tiba-tiba ada teman-teman Putra yang menangis bercucuran air mata karena sedih ditinggal Putra merantau.
Priyono : Put…Putra, kowe jadi pergi?
Yulianto : Kalau kowe sudah jadi kayak Ariel, enyong dikenalkan sama Mbak Ayu Ting Ting yo Put….
Priyono : Hus, mbok yo liat dulu wajahmu tu kayak apa!
Putra : Iyo, iyo, enyong nggak bakalan lupa sama kalian.
Nanti kalau enyong sudah terkenal Mommy dan kalian enyong ajak ke Palestin!
Mommy : Lha, ngapain ke Palestin? Di sana kan tempatnya perang!
Emangnya kowe pikir Mommymu ini bom molotov apa?
(sambil memukul Putra dengan tongkat)
Sulastri : Putra… hiks…. (menangis)
Putra : Oh iya. Sul, nanti kalau enyong sudah jadi terkenal, tenang!
Kowe pasti tak lamar.
Sulastri : Bener yo Kang….
Putra : He eh…
(sambil mengenakan kacamatanya dan berangkatlah ia ke Jakarta dengan membawa barang-barang kunonya)

SCENE 2 (kos-kosan, Jakarta)
Sesampai di Jakarta ia bertemu dengan Zack alias Jaka yang berasal dari Madura. Mereka sama-sama mengadu nasib di Ibu Kota.
Putra : (turun dari mikrolet sambil memegang kertas alamat)
Lha, bener nggak ya enyong ini? Tapi kayaknya alamatnya sama.
Ah, mending enyong tanya bae lah!
(mendekati Zack yang sedang berjualan sate)
Putra : Kang, Kang, apa bener ini Jalan Musyawarah no.20?
Zack : E, e, e, bener ta’iye! Sampean siapa? (dengan logat Maduranya yang khas)
Putra : Saya Putra, Kang. Putra Sakti Mandraguna.
Zack : Oh, Mas Putra ya? Saya Zack.
Putra : Oalah, Mas Zack tho? Yang di pezbuk kan?
Zack : Iya, bener ta’iye. Kita kan sering ngobrol di facebook!
Untung sampeyan nggak nyasar.
Ayo, tak tunjukin apartemennya.
(menuju kos-kosan)
Lha, ini apartemennya. Mewah sekali ta’iye!
Putra : Lho, kok malah gubuk?
Kata sampeyan apartemen? Wah, sampean mbo’ongin enyong ya?
Di pezbuk bilangnya sampeyan seorang pengusaha, tinggalnya di apartemen!
Zack : Bo, abo! Ini juga saya sedang usaha ta’iye.
Sudah, sampeyan istirahat aja.
Saya mau keliling dulu njualin dagangan saya.
Akhirnya Zack berkeliling jualan sate dengan logat “te-sate”. Dan Putra pun
berbaring di kamar yang sempit.

SCENE 3 (tempat syuting iklan Krim Kegantengan)
Putra dan Zack menuju tempat syuting. Di sana ada beberapa orang yang juga mau ikut casting.
Putra : Apa bener ya ini tempatnya?
Zack : Abo, mana saya tau! Tanya saja ke orang yang ada di sana.
(menuju ke arah sutradara)
Putra : Mas, mas, apa bener ini tempat syuting
iklan Cream Kegantengan itu?
 
Yulia: Iya, benar. Gue sutradaranya.
Putra : Nganu, enyong Putra. Mau ikutan casing.
Zack : Huz, sampeyan ini, casing, casing! Casting!
Yulia : Oh, mau ikut casting?
Tapi di sini cuma kurang pemain yang jadi suami aja.
Putra : Hah, jadi suami Mas? Wah, kalau itu cocok sama enyong.
Lah wong enyong ini calon suami yang baik, kok.
Yulia : Kalau gitu, ayo! Langsung take one aja.

Dengan semangatnya, Putra langsung ganti kostum menjadi suami yang teraniaya dengan kaos oblong dan celana pendek. Dalam adegannya, ia dianiaya sang istri karena menyuci pakaian tidak bersih. Sedangkan sang istri hanya duduk-duduk sambil memegang uang arisan.
***Dalam bagian ini, tayangan iklan hanya dimainkan secara
lipsing (tanpa suara), karena hanya menggambarkan akting Putra saat
menjadi suami yang teraniaya. Bagian ini membutuhkan figuran
yang berperan menjadi istri dan music yang mendukung cerita.
Namun karena dia tidak memenuhi persyaratan yang di beri oleh Pak Sutradara  Putra pun gagal untuk menjadi artis dan kembali ke Kampungnya.



SCENE 7 (di kos-kosan, kampung halaman di Tegal, dan kembali lagi
ke kos-kosan)
Di kamar kosnya, Putra mengeluh seorang diri.
Putra : Kenapa ya, enyong selalu gagal casting terus (sambil makan kerupuk)
Ketika sedang asyik makan kerupuk, tiba-tiba HP Putra berbunyi.
Putra : Halo, Putra iki!
Novianto : Gue Novianto, Mas, agen pencari bakat.
Mas jadi kan buat album rekaman lagu?
Putra : Oh, iya. Tunggu, Mas. Enyong belum punya uang.
Besok enyong mau pulang ke Tegal, mau jual kambing-kambing enyong
Buat nambahin uang bikin album.
Capek enyong jadi figuran iklan terus!
Hmm, nganu. Berapa Mbak kemarin totalnya?
Novianto : 5 juta, Mas. Oke besok lusa gue tunggu.

Esoknya, di kampung halaman Putra di Tegal.
Putra : Panjol, maaf yo…. Enyong terpaksa menjual kamu, demi cita-cita enyong
menjadi penyanyi terkenal kayak Ariel. Maafin enyong ya….
(sambil mengelus-elus kelima kambingnya)

Dua hari kemudian, Putra kembali ke Jakarta. Ia membawa uang hasil penjualan kelima kambingnya untuk diserahkan kepada Novianto dan Zakira, agen pencari bakat. Di sana tampak Novianto ditemani Zakira, asistennya yang terlihat menemani bosnya.
Novianto : Mana duitnya?
Putra : Ini, Mbak. Pas lima juta.
Novianto : Tenang aja. Lu pasti gue jadiin penyanyi terkenal.
Duit ini buat DP bikin album rekaman.
Putra : Bener yo, Mbak.
Enyong pasti bakalan terkenal, lha wong suara enyong merdu nggak
ketulungan kiye.
(lalu menyanyikan lagu Peterpan)
Tuh, merdu kan?
Zakira : Iya, merdu banget kayak suaranya Ariel. (sambil manggut-manggut)
Novianto : Ya, ya. Gue percaya.
Tenang aja, gue bakal jadiin lu artis terkenal. kayak siapa noh, idola lu?
Putra : Ariel, Mbak.
Novianto : Ya, ya. Itu! Ok ya. Gue masih banyak klien.
Ayo, Ra. Cabut!
Zakira : Ok, Bos!

SCENE 8 (kos-kosan)
Tak berapa lama setelah Novianto dan Zakira pergi, datanglah Zack dengan gerobak satenya.
Zack : Te-sate…. Te-sate….
Bo, abo. Sampeyan kok masih di rumah?
Memangnya nggak ikut casting lagi?
(sambil memarkir gerobak satenya, lalu membaca koran
yang baru dibelinya)
Putra : Ah, enyong sudah bosan ikut casting.
Masa’ laki-laki ganteng kayak enyong dijadikan bulan-bulanan terus?
Sekarang enyong mau ganti profesi jadi penyanyi aja, kayak
Ariel Peterpan. Makanya, enyong rela ngejual wedhus-wedhus enyong
seharga lima juta buat dibayarkan ke agen pencari bakat terkenal, Mas
Novianto dan mbak Zakira.
Zack : Bo, abo. Sebentar, sebentar. Tadi agen pencari bakatnya namanya siapa?
Putra : Mas Novianto dan Mbak Zakira.
Hu, nggak pernah dengar nama bagus ya? Gitu aja heran.
Zack : Hmm, kena tipu sampeyan. Nih, baca! (sambil menunjukkan koran)
Wanted! Agen pencari bakat gadungan, Novianto dan Zakira, kakak-adik
penipu kelas kakap. Berhati-hatilah terhadap janji manisnya. Kalau tidak,
bisa-bisa uang Anda raib! Jika anda menemukan mereka, harap hubungi
kami segera!
Putra : Wah, modyarr!! Enyong kena tipu! Mom, Mommy….
(sambil berteriak histeris)

SCENE 9 (jalan raya, sekolah-sekolah, dan pasar)
Karena beberapa kali ia gagal menjadi artis terkenal bak idolanya Ariel Peterpan, Putra akhirnya menjadi gila. Ke mana-mana ia selalu mengenakan baju ala Ariel dan menyanyikan lagu-lagu Peterpan. Ia juga sering mengganggu dan meresahkan masyarakat sekitar.
a. Jalan Raya (figuran: orang yang sedang berjalan)
Putra : “hari yang cerah  untuk jiwa yang sepi….”
(bernyanyi sambil berteriak-teriak)
Pemirsa, pemirsa. Kenalken!
Enyong ini Ariel Peterpan.
Siapa mau bernyanyi dengan enyong? Ayo, ojo isin-isin…
(sambil berteriak-teriak bak orang gila)
Figuran : Ah, dasar sinting tuh orang!

b. Sekolah-sekolah (figuran: dua orang anak SMA)
Putra : (menyanyi-nyanyi dan berteriak-teriak)
Dek, dek. Kenal enyong gak?
Eben dan Titus: Enggak, Om. Om siapa? Emangnya Om artis?
(sambil makan permen)
Putra : Eh, sembarangan ni bocah kalau ngomong!
Di rumah emak’e ora nduwe tipi ya?
Nih, dengerin. Enyong ini Ariel Peterpan .
Eben : Ah, mungkin orang gila tuh! Pergi aja yuk! Kita laporin ke Mama.
Titus : Yuk! 1…, 2…, 3…, lari….!!!
(berlari terbirit-birit)

c. Pasar (figuran: ibu-ibu yang sedang berbelanja)
Putra : (menyanyi-nyanyi sambil berteriak)
Mommy, Mommy… Ini Putra, anakmu yang sudah jadi artis terkenal.
(mengira bahwa orang ibu-ibu tersebut adalah Mommynya)
Chesty : Mommy, Mommy! Mommymu kuwi! Nyoh…, rasakne!!!
(sambil menjejalkan timun yang dibawanya ke mulut Putra,
lalu meninggalkannya sendirian)
Putra : Mom, tunggu Mom….

SCENE 10 (RSJ)
Tiba-tiba, Putra telah dibawa ke RSJ oleh dokter dan perawat. Ia berontak dan tetap bersikukuh bahwa ia tidak gila.
Putra : Enyong ora gila! Enyong ora gila!
Dokter  Prianto: Diam kamu! Kalau kamu melawan, nanti saya njuuuuss….
Suster, tolong ambilkan suntikan!
Suster Yanti: Baik, Dok…
Kemudian dokter menyuntikkan obat penenang kepada Putra hingga ia tertidur pulas. Beberapa saat kemudian, ia terbangun. Dan berjalan-jalan mengelilingi RSJ dengan ekspresi linglung.
Putra : Tega bener tuh dokter!
Enyong ora gila kok malah dibawa ke tempat ginian…
(sambil berjalan)
Ketika sedang melamun, Putra bertemu dengan pasien lainnya. Mereka sama-sama terobsesi menjadi penyanyi terkenal.
Pasha : (menyanyikan lagu Ungu sambil berputar-putar mengelilingi Putra.
Ia memainkan tanggannya, seolah-olah sedang bermain gitar)
Dokter : Nama kamu siapa?
Pasha : Pasha, Dok.
Dokter : Kalau begitu kamu belum bisa pulang.
Wong namamu Paimin kok ngaku Pasha. Ayo, masuk!
Putra kembali termenung. Beberapa saat kemudian muncullah Siti Nur Haliza.
Siti : (menyanyikan lagu Siti sambil berputar-putar mengelilingi Putra)
Suster : (datang menghampiri Siti)
Eh, ayo Siti Nurbiawak. Sudah saatnya minum obat.
(sambil menarik tangan Siti)
Siti : Gue bukan Siti Nurbiawak. Gue Siti Nur Haliza! Lepasin tangan gue!
Suster : Ayo, ayo… (menyeret Siti dan membawanya ke kamar pasien)
Tak lama kemudian, datanglah Gitta Gutawa.
Gitta : (menyanyikan lagu Siti sambil berputar-putar mengelilingi Putra)
Suster : (kembali dari kamar)
Eh, ini lagi. Ayo, kamu juga masuk kamar! (menyeret Gitta ke kamar)
Gitta : (tetap menyanyi dan bergaya bak Gitta Gutawa)
 

Tiba-tiba, petir menyambar keras! Putra pun terkejut, lalu pingsan.

SCENE 11 (rumah Sulastri, Tegal)
Karena sudah sembuh dari gila, Putra akhirnya dijodohkan dengan Sulastri, teman semasa kecilnya. Mereka duduk berseberangan. Di sekitarnya ada pula Priyono dan Yulianto.
Mommy : Putra, anakku. Sekarang dari pada kowe stres mikirin jadi artis
mending kowe tak jodoh’ne karo Sulastri.
Putra : (sambil tersenyum)
Nuk, kowe mau tho nikah karo enyong?
Sulastri : (tersipu malu)
He eh….
Putra : (keluar rumah dan berteriak kegirangan)
Hore, enyong kawin… Woi, wong kampung! Enyong kawin!

Mengenai Saya